Sering penulis menjumpai di beberapa tempat, keadaan, dan tentunya media online tentang sebuah postingan yang bertajuk Hijrah, dan penulis juga sebagai pemuda muslim tentu sangat menyukainya.
Namun beberapa waktu lalu ada diantara sahabat penulis yang mulai merubah tata bahasa dan kalimat sebuah postingan media sosialnya dengan bahasa yang lebih bijak dari pada biasanya, dan juga penampilan busana dengan gaya yang lebih syar’i. Postingan media sosialnya hampir selalu bertemakan hijrah, dan kata-kata yang tidak jarang keluar adalah “jangan rendahkan seseorang yang belum hijrah, karena mereka memiliki masa depan dan aku pun memiliki masa lalu”.
Perubahan penampilan dan tata bahasa secara dadakan yang terjadi pada orang tersebut menjadi sebuah fenomena yang membuat sebagian dari teman-temannya bingung. Bahkan ada yang mengatakan kepada penulis bahwa orang tersebut bertanya kepada temannya yang lain dengan pertanyaan yang bisa dinilai lucu, “kamu Islam keturunan yah.?”. Entah apa maksudnya, yang jelas adalah hijrah otodidak yang dilakukannya cukup membuat hubungan sosialnya menjadi berantakan.
Di beberapa tempat lainnya pun, ada beberapa sahabat yang mulai memposting dirinya dengan penampilan baru, gaya baru, namun tetap bertemakan sama, yaitu hijrah. Berhijrah dengan fashion dengan niat menutup aurat, namun akhirnya di update juga, seolah-olah agar hijrah yang dilakukan harus menjadi perhatian semua orang, semakin banyak update, semakin pula hijrahnya dianggap istiqamah.
Penulis disini tidak berniat membunuh karakter orang yang memiliki niat hijrah, akan tetapi penulis ingin mengingatkan agar hijrah yang dilakukan tidak keluar dari niat yang baik sebelumnya. Pelajari ilmunya, kuasai pemahamannya. Tidak salah jika seseorang mengganti penampilan dengan memahami bahwa bagian wajah adalah bagian dari aurat (secara jumhur ulama 4 madzhab bahwa wajah perempuan bukanlah aurat), akan tetapi saat penampilan barunya itu di share, maka akan timbul sebuah pertanyaan, “apa gunanya ditutupi, jika akhirnya diumbar-umbar”.
Jangan pula seseorang yang mengatakan dirinya hijrah, akan tetapi dia meninggalkan kewajiban yang sangat diperlukan. Contoh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yang hijrah namun tetap amanah, beliau memang dimusuhi namun beliau tetap dipercaya menjaga amanah, sehingga beliau tidak hijrah dengan meninggalkan amanat orang kafir Quraisy tersebut. Untuk hijrah sendiri, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menitipkan barang-barang titipan itu kepada Sayyidina Ali R.A.
Hijrah yang dilakukan baginda Nabi semata-mata untuk mencari keamanan dan kenyamanan dalam beribadah. Hijrahnya ke Madinah dikarenakan Kota Makkah sudah tidak aman bagi Rasulullah dan Sahabat untuk menunaikan ibadahnya di kota tersebut, namun ingatlah bahwa beliau membiarkan sahabat dari kalangan hamba sahaya yang tidak ikut hijrah karena masih memiliki jaminan keamanan dalam beribadah dari tuan-tuannya.
Jangan keliru soal hijrah, jangan pula mengasingkan diri disaat masih nyaman dalam beribadah. Membenahi diri agar lebih baik sangat penting, namun merasa lebih baik dan merendahkan orang lain itu bermasalah. Jangan hanya menutup bagian yang dianggap aurat, namun lisan terlalu tajam untuk membuka aurat orang lain.
Syaikh Jalaluddin Rumi pernah mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Wallahu‘alam Bishawwab.
0 Komentar