Ticker

6/recent/ticker-posts

Islam dan Simbolisasi Muslim Kekinian


Era digital kini membawa kita pada babak baru, dimana segala hal bisa mudah viral dan orang mudah dibuat kagum atas tokoh tertentu. Siapapun kini mudah dibranding dengan apa saja termasuk didaulat sebagi tokoh agama. Hal ini jika dilihat menggunakan kacamata orang awam akan menjadi sebuah masalah, dimana kebenaran seseorang tidak akan lagi dinilai karena orang itu benar, tapi seseorang dianggap benar karena orang itu populer.

Digitalisasi keagamaan yang serampangan telah mencabut nilai-nilai dari simbolnya. Bahkan dalam beragama sendiri kaum muslim kekinian lebih mengutamakan simbolisasi agama yang miskin pemaknaan. Semua hal menjadi nampak kaku. Persoalan sosial-kemasyarakatan seringkali diselesaikan hanya dengan kamacata fikih dan pentungan, tidak diselesaikan dengan akhlak dan kedamaian. Bahasa agama yang penuh dengan makna seharusnya bisa beradaptasi dengan budaya,  kini semuanya nampak berubah menjadi bahasa hukum yang serba resmi, yang hanya berisi tentang “benar dan salah”, sehingga tidak ada ruang untuk keberagaman, karena memang sejak awal kebenaran itu sendiri sudah dianggap tunggal dan tidak ada ruang untuk berbeda.

Tidak heran orang yang berbeda seringkali mendapatkan sebutan bid’ah dan menyesatkan. Lebih tepatnya berbeda dengan keislaman ala mereka yang berkiblat ke negeri Arab dengan nalar keagamaan yang relatif alergi terhadap budaya keislaman ala Indonesia yang sudah ada sejak dulu melebihi adanya mereka di bumi pertiwi ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa gaya mereka justeru lebih Arab ketimbang orang Arab sendiri.

Media sosial tidak jarang berisi kampanye tentang keislaman menggunakan model kejayaan masa silam. Dengan bahasa marketing yang menarik, mereka mulai mengajak seolah akan memperbaiki masa kini dengan keadaan masalalu. Mereka terjerembab pada pemikiran dangkal seolah masa kini wajib sama dengan gaya dahulu, sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa “budaya harus Arab”, dan “politik harus khilafah”. 

Maka wajar saja keislaman yang dibawa oleh muslim kekinian justeru lebih banyak berbentuk simbolis tanpa nilai didalamnya. Mau tidak mau hasilnya akan sangat jauh berbeda dari kenyataan dan cenderung bertentangan sehingga tak jarang menimbulkan permusuhan. Semangat yang dibangun mereka mungkin perlu diapresiasi, namun karena tidak dibarengi dengan nalar, semuanya malah tidak lagi bermakna. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Dr. Asep Salahudin dalam bukunya Sufisme Sunda, “Agama dianut dengan semangat aksi, namun miskin kedalaman epistimologi, berisik dengan pengalaman, tapi defisit penghayatan. Agama dan keberagaman sudah tercerabut dari akal kulturalnya dan akhirnya terpelanting kepada obsesi menghadirkan sejarah kejayaan masa silam dengan sangat tidak kreatif dan cenderung ahistoris”.

Sebagai penutup, perlu rasanya mendalami kalimat dalam kitab Fihi Ma Fihi-nya Syekh Jalaludin Rumi, “Tanpa pikiran, bentuk-bentuk tak dapat bergerak dan mati. Sehingga, barang siapa yang hanya melihat pada bentuk, berarti dia juga mati (tak mampu menangkap makna). Dia adalah seorang anak kecil yang tidak matang, meski dalam bentuk dia adalah syekh yang berumur seratus tahun”.

Wallahu’alam.

Admin teras,

Lihat Juga : Hijrah Level Kosmetik


Keyword : 
khilafah menurut islam,
khilafah indonesia,
khilafah di indonesia,
contoh khilafah,
sistem khilafah di indonesia,
khilafah islamiyah adalah,
arti khilafah,
tujuan khilafah,
simbol agama islam dan penjelasannya,
simbol islam bulan dan bintang,
simbol bulan sabit dan bintang dalam islam,
baju muslim kekinian 2020,
fashion muslim kekinian,
busana muslim kekinian remaja,
baju muslim wanita remaja kekinian,
busana muslim kekinian 2020,
baju muslim kekinian 2021,
baju muslim kekinian anak muda,
model baju muslim kekinian,

Posting Komentar

0 Komentar