Ticker

6/recent/ticker-posts

Amalan Nishfu Sya'ban | Aswaja NU Center Tasikmalaya



Oleh : Aswaja NU Center Tasikmalaya

Amaliah Malam Nishfu Sya'ban dilakukan pertama kali oleh para Tabi'in (generasi setelah Sahabat Nabi) di Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Makhul (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Luqman bin 'Amir (al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya 'jujur') dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut. Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban. Ketika hal ini menjadi populer di berbagai Negara, maka para ulama berbeda-beda dalam menyikapinya, ada yang menerima diantaranya adalah para ulama di Bashrah (Irak). Namun kebanyakan ulama Hijaz (Makkah dan Madinah) mengingkarinya seperti Atha', Ibnu Abi Mulaikah, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ulama Madinah dan pendapat beberapa ulama Malikiyah mengatakan: "Semuanya adalah bid'ah". 

Ulama Syam berbeda-beda dalam melakukan ibadah malam Nishfu Sya'ban. Pertama, dianjurkan dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid. Misalnya Khalid bin Ma'dan, Luqman bin Amir dan lainnya, mereka memakai pakaian terbaiknya, memakai minyak wangi, memakai celak mata dan berada di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rahuwaih (salah satu Imam Madzhab yang muktabar), dan beliau mengatakan tentang ibadah malam Nishfu Sya'ban di masjid secara berjamaah: "Ini bukan bid'ah". Dikutip oleh Harb al-Karmani dalam kitabnya al-Masail. Kedua, dimakruhkan untuk berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya'ban untuk shalat, mendengar cerita-cerita dan berdoa. Namun tidak dimakruhkan jika seseorang salat (sunah mutlak) sendirian di malam tersebut. Ini adalah pendapat al-Auza'i, imam ulama Syam, ahli fikih yang alim. Inilah yang paling tepat, InsyaAllah. (Syaikh al-Qasthalani dalam Mawahib al-Ladunniyah II/259 yang mengutip dari Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma'arif 151)

Watsilah berkata: Saya berada di dekat Abdullah bin Ja’far. Ia berkata kepada saya: “Wahai putra Asqa’, betapa indahnya dan bersinarnya rembulan malam ini”. Saya berkata: “Wahai sepupu Rasulullah Saw. Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, malam yang diberkahi nan agung. Di malam inilah rezeki dan ajal akan dicatat. Di malam ini pula dosa dan kejelekan akan diampuni. Saya ingin beribadah di malam ini”. Saya berkata: “Perjalanan kita di jalan Allah (perang) lebih baih dari pada beribadah di malamnya. Allah maha agung pemberiannya”. Abdullah bin Ja’far berkata: “Kamu benar” (Futuh asy-Syam 1/74).

Salam Teras.

Posting Komentar

0 Komentar