Rasanya nikmat sekali ketika dekat dengan
orang yang kita cinta. Segala pelipur lara rasanya hilang begitu saja. Tak ada
rasa susah, sedih dan kecewa. Yang ada hanya rasa cinta dan bahagia. Apalagi
ketika dekat dengan kekasihnya Sang Maha Kasih, yaitu para walinya Allah SWT.
Siapakah para wali itu? Imam Abi hanifah dan
Imam Syafi’i menegaskan bahwa para ulama hakikatnya adalah para wali. Sebab
seandainya para ulama bukan wali, maka tidak ada walinya Allah SWT (at-tibyan:25).
Mungkin kita akan terkagum melihat orang bisa menghilang, berjalan di atas air,
merubah air mineral menjadi berwarna, dan lain sebagainya, namun semua itu
tidak mungkin bisa disamakan dengan kemampuan ulama kita, baik ajengan, kiai,
habaib, lora, gus, yang mengajarkan ilmu yang mereka punya kepada kita. Sehingga
dengan ilmu tersebut, kita bisa mengerti, memahami dan mendalami ilmu-ilmu
agama. Ilmu yang kita gunakan untuk mendalami cinta-Nya yang menyebar luas
keseluruh alam semesta. Sehingga dengan sadar kita meyakini bahwa apapun yang
ada di muka bumi hakikatnya adalah ciptaan Allah SWT. dan menyadari kekerdilan
diri dari apa yang telah Allah SWT. cipatakan. Ketika kesadaran ini muncul,
maka orang tersebut menjadi orang yang ulul albab. Yaitu orang yang
dalam QS. Ali Imran disebutkan sebagai:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang berakal, (190) (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan
berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata),
“Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau.
Lindungilah kami dari azab neraka (191) ”
Sang Kekasih Itu Dekat
Walinya Allah terbagi menjadi tiga macam; 1)
mereka yang mengetahui dirinya wali dan orang-orangpun mengetahui hal yang
sama, 2) mereka yang diketahui oleh orang lain bahwa dirinya wali, tetapi
dirinya sendiri tidak mengetahui bahwa dirinya wali, dan 3) orang yang tidak
mengetahui bahwa dirinya wali dan orang-orangpun sama tidak mengetahuinya (tuhfatul
ahbab:223).
Suatu keberuntungan yang tidak setiap orang
mendapatkannya jika kita bisa berdekatan dengan hambanya Allah yang dikasihi. Bercengkrama
dengan asyik tanpa ada sekat yang menghalanginya. Namun banyak orang yang tidak
dapat melakukan hal tersebut. Karena terlalu dekatnya, sehingga
keistimewaan-keistimewaan itu tidak terlihat. Ibarat melihat matahari secara
langsung, cahaya yang terang benderang tidak dapat terlihat dengan begitu
sempurna. Saking merasa dekatnya dengan walinya Allah SWT., sehingga adab yang
seharusnya dijaga, diabaikan begitu saja. Karena yang terbiasa melihatnya aktivitas
kesehariaanya, tidak ada beda perilakunya dengan perilaku manusia pada umumnya.
Berbeda dengan orang jauh yang melihat
cahaya matahari secara sempurna. Semua terlihat terang benderang akibat dari
pantulan cahaya yang terpancar tersebut. menyikapi hal tersebut, Habib Ahmad
Bin Smith (Fawaidh al-Mukhtarah:494) mengatakan bahwa:
“mengetahui orang yang makrifat kepada
Allah SWT itu lebih sulit dibandingkan dengan makrifat kepada Allah SWT. karena
Allah SWT. diketahui dengan tidak adanya keserupaan dengan makhluk-Nya dan
dengan tampaknya makhluk dalam segala sifat dan perbuatannya. Sedangkan
mengetahi orang yang makrifat kepada allah (al-‘arif billah) mereka makan,
minum, tertawa, tidur sepertimu. Karena memang mereka manusia. Maka barang
siapa yang diterangi oleh Allah SWT., maka dia akan menyaksikan kerahasiaan
yang ada padanya, dan tidak hanya melihat sisi kemanusiaannya saja, sehingga
orang tersebut dapat mengambil manfaat darinya. Oleh sebab seperti itulah, orang Quraisy tidak mendapatkan kemanfaatan
dari kehadiran nabi Muhammad SAW. Di saat mereka hanya menganggap bahwa nabi
Muhammad SAW. hanyalah anak yatim dari Abi thalib. Karena mereka hanya melihat
sisi manusianya belaka, dan tidak melihat keistimewaannya ”
Kerena melihat sisi manusianya saja, maka
orang-orang terdekat menganggap kekasihnya Allah SWT. orang biasa.
قالوا: أقل الناس نفعا بالشيخ زوجته وولده ونقيبه، لكثرة
مشاهدتهم له ووقوفهم مع ظاهر بشريتهم دون الوصول إلى معرفة قلبه، وما فيه من
الأسرار والمشاهد النفيسة (لطائف المنن:169)
“Para Ulama
mengatakan bahwa: orang yang paling sedikit mengambil kemanfaatan seorang syekh
adalah istrinya, anaknya dan karena seringnya mereka bercengkrama dengan syekh
tersebut dan terbatas pada pandangan manusianya saja sehingga tidak sampai
mengetahhui hatinya dan apa-apa yang ada pada diri syekh tersebut berupa
rahasia-rahasIa dan musyahadah yang berharga”
Tatkala kita memiliki kesempatan untuk selalu
dekat dengan orang-orang yang Allah kasihi, maka adab yang baik menjadi
keharusan yang harus kita laksanakan. Meskipun kekasih Allah tersebut mencoba
untuk bercengkrama dengan kita. Siapakah kekasih Allah itu? Dalam kitab tanbihul
ghafilin disebutkan:
صِفَةُ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ
تَعَالَى ثَلَاثُ خِصَالٍ: الثِّقَةُ بِاللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، وَالْفَقْرُ
إِلَى اللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، وَالرُّجُوعُ إِلَى اللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ
“Sifat para kekasihnya Allah SWT. ada tiga, yaitu: berpegang
teguh kepada Allah dalam segala hal, membutuhkan Allah dalam segala hal, dan
pasrah diri kepada Allah dalam segala hal (tanbihul ghafilin:469)”
0 Komentar