Ticker

6/recent/ticker-posts

Dekat karena Cinta Jauh Karena Terlena

 


 

Rasanya nikmat sekali ketika dekat dengan orang yang kita cinta. Segala pelipur lara rasanya hilang begitu saja. Tak ada rasa susah, sedih dan kecewa. Yang ada hanya rasa cinta dan bahagia. Apalagi ketika dekat dengan kekasihnya Sang Maha Kasih, yaitu para walinya Allah SWT.

Siapakah para wali itu? Imam Abi hanifah dan Imam Syafi’i menegaskan bahwa para ulama hakikatnya adalah para wali. Sebab seandainya para ulama bukan wali, maka tidak ada walinya Allah SWT (at-tibyan:25). Mungkin kita akan terkagum melihat orang bisa menghilang, berjalan di atas air, merubah air mineral menjadi berwarna, dan lain sebagainya, namun semua itu tidak mungkin bisa disamakan dengan kemampuan ulama kita, baik ajengan, kiai, habaib, lora, gus, yang mengajarkan ilmu yang mereka punya kepada kita. Sehingga dengan ilmu tersebut, kita bisa mengerti, memahami dan mendalami ilmu-ilmu agama. Ilmu yang kita gunakan untuk mendalami cinta-Nya yang menyebar luas keseluruh alam semesta. Sehingga dengan sadar kita meyakini bahwa apapun yang ada di muka bumi hakikatnya adalah ciptaan Allah SWT. dan menyadari kekerdilan diri dari apa yang telah Allah SWT. cipatakan. Ketika kesadaran ini muncul, maka orang tersebut menjadi orang yang ulul albab. Yaitu orang yang dalam QS. Ali Imran disebutkan sebagai:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka (191) ”

 

Sang Kekasih Itu Dekat

Walinya Allah terbagi menjadi tiga macam; 1) mereka yang mengetahui dirinya wali dan orang-orangpun mengetahui hal yang sama, 2) mereka yang diketahui oleh orang lain bahwa dirinya wali, tetapi dirinya sendiri tidak mengetahui bahwa dirinya wali, dan 3) orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya wali dan orang-orangpun sama tidak mengetahuinya (tuhfatul ahbab:223).

Suatu keberuntungan yang tidak setiap orang mendapatkannya jika kita bisa berdekatan dengan hambanya Allah yang dikasihi. Bercengkrama dengan asyik tanpa ada sekat yang menghalanginya. Namun banyak orang yang tidak dapat melakukan hal tersebut. Karena terlalu dekatnya, sehingga keistimewaan-keistimewaan itu tidak terlihat. Ibarat melihat matahari secara langsung, cahaya yang terang benderang tidak dapat terlihat dengan begitu sempurna. Saking merasa dekatnya dengan walinya Allah SWT., sehingga adab yang seharusnya dijaga, diabaikan begitu saja. Karena yang terbiasa melihatnya aktivitas kesehariaanya, tidak ada beda perilakunya dengan perilaku manusia pada umumnya.  Berbeda dengan orang jauh yang melihat cahaya matahari secara sempurna. Semua terlihat terang benderang akibat dari pantulan cahaya yang terpancar tersebut. menyikapi hal tersebut, Habib Ahmad Bin Smith (Fawaidh al-Mukhtarah:494) mengatakan bahwa:

mengetahui orang yang makrifat kepada Allah SWT itu lebih sulit dibandingkan dengan makrifat kepada Allah SWT. karena Allah SWT. diketahui dengan tidak adanya keserupaan dengan makhluk-Nya dan dengan tampaknya makhluk dalam segala sifat dan perbuatannya. Sedangkan mengetahi orang yang makrifat kepada allah (al-‘arif billah) mereka makan, minum, tertawa, tidur sepertimu. Karena memang mereka manusia. Maka barang siapa yang diterangi oleh Allah SWT., maka dia akan menyaksikan kerahasiaan yang ada padanya, dan tidak hanya melihat sisi kemanusiaannya saja, sehingga orang tersebut dapat mengambil manfaat darinya. Oleh sebab seperti itulah,  orang Quraisy tidak mendapatkan kemanfaatan dari kehadiran nabi Muhammad SAW. Di saat mereka hanya menganggap bahwa nabi Muhammad SAW. hanyalah anak yatim dari Abi thalib. Karena mereka hanya melihat sisi manusianya belaka, dan tidak melihat keistimewaannya

Kerena melihat sisi manusianya saja, maka orang-orang terdekat menganggap kekasihnya Allah SWT. orang biasa.

قالوا: أقل الناس نفعا بالشيخ زوجته وولده ونقيبه، لكثرة مشاهدتهم له ووقوفهم مع ظاهر بشريتهم دون الوصول إلى معرفة قلبه، وما فيه من الأسرار والمشاهد النفيسة (لطائف المنن:169)

Para Ulama mengatakan bahwa: orang yang paling sedikit mengambil kemanfaatan seorang syekh adalah istrinya, anaknya dan karena seringnya mereka bercengkrama dengan syekh tersebut dan terbatas pada pandangan manusianya saja sehingga tidak sampai mengetahhui hatinya dan apa-apa yang ada pada diri syekh tersebut berupa rahasia-rahasIa dan musyahadah yang berharga

Tatkala kita memiliki kesempatan untuk selalu dekat dengan orang-orang yang Allah kasihi, maka adab yang baik menjadi keharusan yang harus kita laksanakan. Meskipun kekasih Allah tersebut mencoba untuk bercengkrama dengan kita. Siapakah kekasih Allah itu? Dalam kitab tanbihul ghafilin disebutkan:

صِفَةُ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ تَعَالَى ثَلَاثُ خِصَالٍ: الثِّقَةُ بِاللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، وَالْفَقْرُ إِلَى اللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، وَالرُّجُوعُ إِلَى اللَّهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ

Sifat para kekasihnya Allah SWT. ada tiga, yaitu: berpegang teguh kepada Allah dalam segala hal, membutuhkan Allah dalam segala hal, dan pasrah diri kepada Allah dalam segala hal (tanbihul ghafilin:469)”

 

 

Posting Komentar

0 Komentar