Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi di Masa Rasulullah-Khulafah Ar-rasyidin

                                  

Terbang tinggi melintasi samudera menerjang rasa rindu dan cinta. Berkunjung ke masjid sang Nabi pecinta sejati sebagai bagian dari sejarah kehidupan dan fakta keabadian yang berharga. Mengunjunginya membuka ketenangan hati dan mencerahkan pikiran. Terbang menuju transendesi spiritual yang tinggi untuk menghilangkan jejak-jeka kotoran dalam samudera kehidupan dan mengingat kembali memori-memori indah sejarah Rasullah SAW.

Masjid nabi Muhammad SAW yang dibangun saat beliau hijrah ini merupakan landmark penting di Madinah Al-munawwarah. Saat beliau sampai ke Madinah, beliau yang langsung memilih tempat di tanah mana masjid ini harus dibangun. Tangannya yang suci nan mulia ikut berpartisipasi dalam pembangunannya bersama para sahabat-sahabatnya yang setia. Di masjid inilah tempat Rasulullah SAW membangun pondasi kepemimpinannya dan para khalifah pengganti setelahnya. Sejarah mencatat bahwa masjid ini menjalankan misi bukan hanya sebagai tempat untuk beribadah, tetapi sebagai tempat ilmu pengetahuan dan titik awal penyebaran dakwah. Seiring berjalannya waktu, para raja dan penguasa bersaing dalam memperluas dan memperbesar masjid ini sampai sekarang.

Pembangun Awal Masjid Nabawai

Nabi Muhammad SAW mendirikan masjid ini pada bulan rabiul awal pada tahun pertama hijriyah. Dengan panjang 70 dzira’ (1 dzira’=45 cm atau sekitar 35 meter), luas 60 dzira’(sekitar 30 meter). Batu menjadi pondasi yang digunakan untuk masjid ini. Dindingnya terbuat dari batu bata yang tidak dibakar dengan api. Sedangkan atapnya terbuat dari daun. Ada tiga pintu yang digunakan untuk keluar masuk masjid, yaitu di sisi sebelah selatan, sebelah barat yang disebut dengan pintu ‘atikah yang kemudian dikenal dengan nama pintu ar-rahmah dan di sebelah timur dinamakan dengan pintu utsman yang kemudian dikenal dengan nama pintu al-Jibril.

Sebagai pusat kegiatan tentu memerlukan prasarana yang membantu untuk para pengunjungnya. Maka saat malam gelap gulita, disediakan obor dari pohon kurma untuk menerangi masjid. Hal seperti berlangsung selama 17 bulan atau lebih semasa kaum muslimin diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghadap kiblat ke baitul maqdis. Setelah masa tersebut, kiblat berpindah ke ka’bah. Dengan demikian, Rasulullah SAW mengambil tindakan dengan menyesuaikan masjidnya dengan menutup pintu yang ada di dinding sebelah barat dan sebagai penggantinya dibukalah pintu sebelah utara.

Perluasan pertama: Masa Rasulullah SAW

Seiring dengan bertambahnya jumlah kaum muslimin, maka kepentingan untuk memperluas masjid menjadi hal yang harus dilakukan. Dengan tanah hasil pembelian sayyidina Utsman dengan uangnya sendiri, perluasan masjid dilakukan setelah kembali dari perang khaibar pada bulan Muharram tahun 7 H. Yaitu pertempuran dengan umat Yahudi yang hidup di tanah khaibar, sekitar 150 km dari Madinah. Perluasan tersebut menghasilkan kira-kira 15-20 meter.  Dengan begitu luas keseluruhannya menjadi 50x49,5 meter atau 2457 m2. Sedangkan untuk temboknya bertamah menjulang menjadi 3,5 m. Untuk penerang yang digunakan dalam masjid ini adalah obor dari pohon kurma sebagai penambah dari beberapa lampu yang dinyalakan dengan minyak.

Perluasan Kedua pada zaman Khalifah Umar Bin Khattab

Layaknya bangunan pada umummya, semakin bergulirnya waktu, maka kekuatannya pun terus mengikis. Termasuk munculnya retakan-retakan di tembok. Hal ini menuntut adanya perbaikan lanjutan untuk merawat dan melestarikan kekuatan masjid. Pada tahun ke 17 Hijriah, Umar bin Khattab akhirnya melakukan renovasi dan perluasan. Renovasi untuk merawat bangunan masjid dan perluasan untuk mengakomodir jamaah yang semakin banyak. Semua arah masjid dilakukan perluasan kecualai ke arah timur. Mengingat di sebelah timur masjid terdapat rumah nabi Muhammad SAW yang saat itu ditempati oleh istrinya. Panjang perluasan ke arah utara sebanyak lima belas meter, ke arah barat sepuluh meter, dan ke arah selatan lima meter. Hal yang baru dibuat di zaman Umar bin Khattab adalah adanya Al-Batiha atau hamparan di luar masjid. Sedangkan untuk penerangannya, sudah menggunakan lampu yang dinyalakan dengan menggunakan bahan bakar minyak.

Perluasan Ketiga pada Masa Utsman bin ‘Affan

Sebagaimana alasan yang dikuemukakan sebelumnya, pertambahan jumlah menjadi alasan kuat dilakukannya perluasan. Karena masjid menjadi sempit tatkala jumlah jamaah semakin banyak. Alasan berikutnya, bangunan yang semakin lama dimakan usia. Termasuk tiang-tiangnya yang mulai rusak. Maka Utsman bin ‘Affan memerintahkan untuk memperluas masjid dan merenovasi tiang-tiangnya.  Karena memang masjid menjadi pusat kegiatan peribadahan umat muslim. Untuk pertama kalinya, dibuat mihrab masjid  sebagai tempat untuk melindungi imam. Pencahaayaan yang digunakan diambil dari lambu minyak di penjuru masjid.

Posting Komentar

0 Komentar