Terbang
tinggi melintasi samudera menerjang rasa rindu dan cinta. Berkunjung ke masjid sang Nabi pecinta sejati sebagai bagian dari
sejarah kehidupan dan fakta keabadian yang berharga. Mengunjunginya membuka
ketenangan hati dan mencerahkan pikiran. Terbang menuju transendesi spiritual
yang tinggi untuk menghilangkan jejak-jeka kotoran dalam samudera kehidupan dan
mengingat kembali memori-memori indah sejarah Rasullah SAW.
Masjid nabi
Muhammad SAW yang dibangun saat beliau hijrah ini merupakan landmark penting
di Madinah Al-munawwarah. Saat beliau sampai ke Madinah, beliau yang langsung
memilih tempat di tanah mana masjid ini harus dibangun. Tangannya yang suci nan
mulia ikut berpartisipasi dalam pembangunannya bersama para sahabat-sahabatnya
yang setia. Di masjid inilah tempat Rasulullah SAW membangun pondasi
kepemimpinannya dan para khalifah pengganti setelahnya. Sejarah mencatat bahwa
masjid ini menjalankan misi bukan hanya sebagai tempat untuk beribadah, tetapi
sebagai tempat ilmu pengetahuan dan titik awal penyebaran dakwah. Seiring
berjalannya waktu, para raja dan penguasa bersaing dalam memperluas dan
memperbesar masjid ini sampai sekarang.
Pembangun Awal Masjid Nabawai
Nabi
Muhammad SAW mendirikan masjid ini pada bulan rabiul awal pada tahun pertama
hijriyah. Dengan panjang 70 dzira’ (1 dzira’=45 cm atau sekitar 35 meter), luas
60 dzira’(sekitar 30 meter). Batu menjadi pondasi yang digunakan untuk masjid
ini. Dindingnya terbuat dari batu bata yang tidak dibakar dengan api. Sedangkan
atapnya terbuat dari daun. Ada tiga pintu yang digunakan untuk keluar masuk
masjid, yaitu di sisi sebelah selatan, sebelah barat yang disebut dengan pintu ‘atikah
yang kemudian dikenal dengan nama pintu ar-rahmah dan di sebelah
timur dinamakan dengan pintu utsman yang kemudian dikenal dengan nama
pintu al-Jibril.
Sebagai
pusat kegiatan tentu memerlukan prasarana yang membantu untuk para
pengunjungnya. Maka saat malam gelap gulita, disediakan obor dari pohon kurma
untuk menerangi masjid. Hal seperti berlangsung selama 17 bulan atau lebih
semasa kaum muslimin diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghadap kiblat ke
baitul maqdis. Setelah masa tersebut, kiblat berpindah ke ka’bah. Dengan
demikian, Rasulullah SAW mengambil tindakan dengan menyesuaikan masjidnya
dengan menutup pintu yang ada di dinding sebelah barat dan sebagai penggantinya
dibukalah pintu sebelah utara.
Perluasan pertama: Masa Rasulullah SAW
Seiring
dengan bertambahnya jumlah kaum muslimin, maka kepentingan untuk memperluas
masjid menjadi hal yang harus dilakukan. Dengan tanah hasil pembelian sayyidina Utsman dengan
uangnya sendiri, perluasan masjid dilakukan setelah kembali dari perang khaibar
pada bulan Muharram tahun 7 H. Yaitu pertempuran dengan umat Yahudi yang hidup
di tanah khaibar, sekitar 150 km dari Madinah. Perluasan tersebut menghasilkan kira-kira
15-20 meter. Dengan begitu luas
keseluruhannya menjadi 50x49,5 meter atau 2457 m2. Sedangkan untuk
temboknya bertamah menjulang menjadi 3,5 m. Untuk penerang yang digunakan dalam
masjid ini adalah obor dari pohon kurma sebagai penambah dari beberapa lampu
yang dinyalakan dengan minyak.
Perluasan Kedua pada zaman Khalifah Umar Bin
Khattab
Layaknya bangunan pada umummya, semakin
bergulirnya waktu, maka kekuatannya pun terus mengikis. Termasuk munculnya
retakan-retakan di tembok. Hal ini menuntut adanya perbaikan lanjutan untuk
merawat dan melestarikan kekuatan masjid. Pada tahun ke 17 Hijriah, Umar bin
Khattab akhirnya melakukan renovasi dan perluasan. Renovasi untuk merawat
bangunan masjid dan perluasan untuk mengakomodir jamaah yang semakin banyak.
Semua arah masjid dilakukan perluasan kecualai ke arah timur. Mengingat di
sebelah timur masjid terdapat rumah nabi Muhammad SAW yang saat itu ditempati
oleh istrinya. Panjang perluasan ke arah utara sebanyak lima belas meter, ke
arah barat sepuluh meter, dan ke arah selatan lima meter. Hal yang baru dibuat
di zaman Umar bin Khattab adalah adanya Al-Batiha atau hamparan di luar masjid.
Sedangkan untuk penerangannya, sudah menggunakan lampu yang dinyalakan dengan
menggunakan bahan bakar minyak.
Perluasan Ketiga pada Masa Utsman bin ‘Affan
Sebagaimana alasan yang dikuemukakan
sebelumnya, pertambahan jumlah menjadi alasan kuat dilakukannya perluasan.
Karena masjid menjadi sempit tatkala jumlah jamaah semakin banyak. Alasan
berikutnya, bangunan yang semakin lama dimakan usia. Termasuk tiang-tiangnya
yang mulai rusak. Maka Utsman bin ‘Affan memerintahkan untuk memperluas masjid
dan merenovasi tiang-tiangnya. Karena
memang masjid menjadi pusat kegiatan peribadahan umat muslim. Untuk pertama
kalinya, dibuat mihrab masjid sebagai tempat untuk melindungi imam. Pencahaayaan
yang digunakan diambil dari lambu minyak di penjuru masjid.
0 Komentar